Tuesday 16 May 2017

Opini : Pengurangan Jumlah Hutan Lindung sama dengan melegalkan ilegal loging

Cukup menakjubkan, rekomendasi dari legislative Aceh mengenai pengurangan  jumlah hutan lindung di Aceh. Bahkan angkanya mendekati  50 persen. Yakni dengan hanya menyisakan 52 persen hutan lindung. Setidaknya itu yang dikatakan Adnan Beuransyah mengenai Qanun RT-RW yang sedang digodok oleh DPR Aceh. Ini adalah upaya legalisasi terhadap pengrusakan lingkungan Hidup.

Jika pak Adnan berbicara tentang pemfokusan pelindungan hutan tanpa memikirkan warga menjadikan seolah kita lebih mementingkan satwa dari pada manusia adalah salah. Jika ingin memperhatikan manusia hutan harus dijaga. Pemanfaatan hutan tepat guna lebih efektif dibandingkan dengan menambah kuota hutan yang harus dirambah.

Bohong besar memperhatikan lingkungan dengan alasan menciptakan hutan produksi yang lebih seimbang, jika luas hutan yang dieksploitasi bertambah. Ini akan menjadi musibah besar di kemudian hari.

Rangkaian Musibah

Pernahkah kita bertanya pada diri kita, tentang musibah yang kerap menimpa Aceh. Lalu adakah kita mencoba lebih cermat musibah apa yang paling sering melanda Aceh tercinta setelah gempa, dan paling dahsyat setelah tsunami.

Benar Aceh tidak luput dari musibah beruntun. Musibah demi musibah telah meluluh-lantakkan segi kehidupan dan perekonomian masyarakat Aceh. Tanah longsor, Banjir, Kebakaran, dan sederet musibah lainnya bergiliran dialami masyarakat Aceh.

Diantara semua musibah ada dua musibah yang kerap dirasa masyarakat Aceh dalam kurun waktu  empat tahun terakhir. Pertama adalah musibah banjir, yang kedua tanah longsor.

Banjir adalah musibah yang paling sering terjadi di Aceh belakangan. Banjir di Tangse sudah dua kali dalam kurun waktu dua tahun. Banjir Aceh Tenggara juga sudah terjadi lebih dari dua kali dalam tiga tahun terakhir.

Lalu banjir di Aceh Utara beberapa waktu lalu. Aceh Besar juga tidak luput dari banjir. Lalu daerah Langsa dan Aceh Timur, siapa yang lupa bagaimana banjir melanda daerah tersebut.

Di Aceh Jaya berkali-kali penyeberangan rakit dan jalur tidak menggunakan rakit putus total hingga berhari-hari karena banjir.  Hal tersebut masih dirasa hingga akhir 2010 dimana jembatan belum selesai dan masyarakat masih bergantung pada rakit. Sungguh banjir telah menyusahkan masyarakat.

Kemudian tanah longsor. Berkali-kali transportasi putus dikarenakan tanah longsor. Hal ini kerap melanda daerah jalur tengah. Sebut saja jalur Takengon-Bireuen, jalur Aceh Tengah-Gayo Lues, jalur Blang Kejeren-Kutacane, dan jalur menujur Tangse-Geumpang. Daerah tersebut merupakan jalur yang rawan longsor, kerap putus dan sangat membahayakan pengguna lalu-lintas di daerah tersebut. Terutama saat musim hujan tiba.

Akar masalah

Banjir dan longsor adalah musibah musiman. Saat hujan terjadi dengan intensitas tertentu, bisa memicu terjadinya banjir dan longsor.

Tentu saja hujan bukanlah penyebab banjir dan longsor itu sendiri. Karena intensitas hujan biasa sesuai dengan karakter wilayah. Seperti hujan tropis, atau hujan di daerah safana dan stepa. Perbendaan jenis hujan ini dikarenakan iklim. Jadi tidak tepat menyalahkan hujan.

Yang menjadi akar masalah dari tanah longsor dan banjir adalah kesiapan lingkungan. Kemampuan lingkungan menampung air, serta daya tahan tanah atau batuan dari rekahan akibat kikisan air hujan.

Banjir dan longsor akan terjadi jika lingkungan tidak lagi dapat mendukung  segala beban yang ada. Pada kasus longsor dan banjir, maka air tidak mampu dikuasai oleh lingkungan yang ada.

Daya tahan lingkungan terhadap tekanan dan kerusakan adalah bentuk alami dari sistem pertahanan lingkungan. Hal yang sering disebut dengan daya lenting lingkungan ini adalah hal yang terbentuk alamiah berdasarkan wilayah, iklim, curah hujan dan hutan, dan faktor  lainnya yang mempengaruhi.

Segala faktor tersebut telah tersusun rapi dan harmonis. Dengan begitu pada dasarnya lingkugan sudah siap dengan segala kemungkinan.

Lebih tepatnya kita katakan musibah terjadi karena lingkungan kehilangan sistem  pertahanannya. Kehilangan daya lenting yang menjadikan alam tetap bisa bertahan atau survive.  Alam tidak akan pernah rusak dengan sendirinya. Alam rusak dikarenakan adanya intervensi dari luar.

Ada yang mengganggu keseimbangan yang ada. Hal tersebutlah yang menjadikan musibah datang. Yakni ada yang berbuat kerusakan dimuka bumi.

Tindakan salah

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisa terhadap dampak lingkungan hidup adalah jangan merusak lingkungan. Oleh karenanya dalam hukumpun sebelum diberi izin atau keputusan terhadap suatau perkara yang berhubungan  dengan Alam maka wajib memiliki AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).

Sebelum sebuah perusahaan diizinkan beroperasi, lahan baru dibuka maka semua wajib memiliki AMDAL. Jika tidak maka izin tidak dapat diberikan oleh pejabat berwenang.

Pengurangan hutan sampai mendekati angka 50 persen sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup. Keberadaan hutan yang hanya lima puluh persen dapat diartikan lingkungan telah rusak. Ditambah lagi dengan kenyataan hutan Aceh yang memang sudah rusak parah dikarenakan illegal logging. Dan kebijakan 75 persen yang dibuat mantan Gubernur Irwandi Yusuf tidak menyelematkan lingkungan hidup.

Upaya me-regulasi kebijakan tentang pengurangan luas wilayah hutan lindung adalah kebijakan yang tidak masuk akal. Salah jika dikatakan kebijakan itu dikerenakan lebih memikirkan kehidupan manusia daripada marga satwa. Karena kenyataaanya manusia tidak dapat bertahan sendiri. Kerusakan hutan yang sudah ada juga telah menyebabkan manusia sendiri yang menderita.

Maraknya illegal logging memang bukan lagi rahasia. Yang menjadi kabar burung dan sekaligus rahasia umum adalah adanya backup, atau illegal longing yang mendapat backing dari oknum pejabat.

Khawatir jika upaya pengurangan jumlah hutan lindung ini menjadi sarana legalisasi terhadap Ilegal loging yang telah merusak alam Aceh. Kita khawatir pejabat dibutakan matanya oleh uang yang dihasilkan dari penebangan hutan. Padahal dana yang mengalir ke Aceh sudah cukup banyak.

Bagaimanapun ceritanya hutan dan lingkungan yang lestari adalah wujud kepedulian sebenarnya terhadap kelangungan hidup manusia. Karena terbukti berkurangnya hutan telah menyebabkan kabupaten dan kota di Aceh kebanjiran, longsor hingga menyebabkan masyarakatnya menderita.

Kita berharap pemerintahan Aceh benar-benar open mind and eyes untuk permasalahan ini. Jangan menggunakan alibi politik dan kekuasaan untuk berbuat kerusakan. Sudah cukup penderitaan masyarakat Aceh karena musibah. Wallahualam.

1 comment: